daftarkan

generalbanner

cari disini

Thursday, June 26, 2008

Not All That Listening

Gara- gara Pendengaran Kurang.


Pak Boim dan bu Boim selalu saja salah paham dan dalam keseharian selalu aja terjadi perang mulut.
Bagai mana tidak jengkel pak Boim, kalau dia mengatakan sesuatu pasti bu Boim menagkap pembicaraan dengan mengatakan yang lain.
Maklum bu Boim saliwang, alias budeg.
Kalau ingin tidak budeg, pak Boim harus bicara keras – keras di depan telinga bu boim sampai bibirnya monyong alias ndower wer- wer.
Saking jengkelnya dengan bu Boim karena dengan pendengaranya itu dan bu Boim memang istri yang dicintainya, tak tega dengan keadaan istrinya seperti itu.
Akhirnya kedua pasangan yang saling mencitai pergi ke tempat bah dukun.
Sampai ditempat tujuan kedua pasangan tersebut disambut baik oleh sekeretaris mbah dukun yang cantik jelita, nan molek dan bodinya hu…hu… memang O ye.
Kedua pasangan tersebut memberitahukan maksud tujuan pada sekeretaris supaya istrinya sembuh dari kurang pendengarannya.
Kemudian sekertaris tersebut memangil mbah dukun dan memberitahu maksud tujuan kedua pasangan tersebut datang.
Mbah dukun membacakan mantra : mbul gombal – gamul kebul- kebul blekutuk bul – bul.
Sambil mengumur air kembang, dia menyemprotkan kemuka ibu boim, basahlah muka ibu boim, sambil menahan mual diperutnya. Air kembang ternyata bau jengkol.
Pikir bu boim? mbah dukun mungkin barusan makan jengkol.
Mbah dukun kemudian meniup telinga bu Boim sam bil meremas telinga dan berkomat- kamit.
Dan seketika itu pula sembuhlah sakit yang diderita bu Boim. Syarat pantangan yang tidak boleh dilakukan mendengarkan orang mengosip. Bu Boim mengeluarkan uang untuk diberikan pada mbah dukun, mbah dukun menolaknya dan memberikan bonus semburan kembang, kemuka bu boim lagi.
Bu boim tidak bisa menahan mual diperutnya, muntahan dahyat keluar melalui mulut bu boim gantian mengenai muka mbah dukun. Mah dukun tidak tahan bau muntah bu boim akhirnya lari terbirit – birit menuju kamar mandi untuk mencuci mukanya.
Keesokan harinya bu boim pergi kewarung beli gula pasir.
Di warung itu ada ibu – ibu baru ngegosip. Seusai beli gula pasir untuk pulang, bu Boim kembali lagi, ingin mendengarkan ibu – ibu yang ngegosip itu. Bu Boim mengendap –endap menuju warung penjual gula pasir.
Secara kebetulan pak Boim melewati warung tersebut, dan tidak sengaja melihat bu Boim di dekat warung itu.
Tanya pak Boim. Lagi ngapain bu? Anu – anu, anu - anu apa? Lagi dengerin ibu – ibu ngegosip.
Aduh bu – bu ! lupa ya dengan pantangan mbah dukun? Nanti kamu tidak bisa denger lagi lho……dengan rasa takut bu Boim memegang kupingnya dan dia sadar ternyata anting- anting berlianya hilang. Celetuk bu Boim, pak anting – anting saya hilang! pasti diambil mah dukun kun. Pak boim kemudian bergegas mengajak bu Boim ketempat mbah dukun.
Sampai ditempat mbah dukun. Mbah dukun sedang bermesraan dengan sekeretarisnya.
Bu boim lagsung marah – marah. Mbah dukun anting –antingku mana? Kamu kan yang mengambil? Jawab mbah dukun dengan lirih, iya.. ya.. iya.. ibu. Habis untuk tunangan.
Bu boim semakin marah karena apa yang iya dapatkan tidak diperolehnya, dengan sikap pantang menyerah pantang mundur rawe – rawe rantas. Perlengkapan mbah dukun diobrak – abrik. Melihat perlengkapan dukunnya diobrak abrik, mbah dukun pingsan seketika. Bu boim dan pak Boim pulang. Dengan meninggalkan tempat dukun yang acak – acakan. Sambil pulang bu Boim ngomel -ngomel dasar dukun penipu.

No comments: